Jujur, meskipun aku tak pernah,
memanggilnya sekalipun dengan nama itu!
FATWA CINTA SANG RAJA
www.gurubajank.blogspot.com
b4j4nk_s4s4ck@yahoo.co.id
"IF THERE IS A WILL, THERE IS A WAY...BE YOUR SELF!"
Dalam Paskibraka pembinaan dan pelatihannya sering di istilahkan seperti pisau bermata dua. Filosofi pisau bermata dua sangat dalam maknanya, dan harus terus menerus dikembangkan karena merupakan suatu bentuk pembinaan untuk pengembangan diri anggota Paskibraka. Yang dimaksud pisau bermata dua adalah pisau yang tajam dikedua sisinya dan dapat dipergunakan dengan kualitas yang sama baik.
Tahap seleksi :
Seseorang yang akan menjadi anggota Paskibraka wajib dan harus melalui beberapa tahap seleksi, yaitu :
1. Seleksi Tingkat Sekolah. Peserta dipilih dan diseleksi di sekolahnya oleh para guru.
2. Seleksi Tingkat Kotamadia /Kabupaten. Peserta dari perwakilan sekolah akan diseleksi di tingkat Kotamadya/ Kabupaten dengan materi : baris berbaris, tata upacara bendera, kesegaran jasmani/olah raga, test tertulis, wawancara, , kesenian dan lain sebagainya. Test tertulis dan wawasncara meliputi bidang : pengetahuan umum, pengetahuan daerah, nasional dan internasional, kepemudaan, nasionalisme dan sejarah perjuangan bangsa.
Dari seleksi ini akan terpilih satu atau dua pasang calon anggota paskibraka yang akan mengikuti seleksi di tingkat propinsi. Bagi yang tidak lolos maka akan diseleksi lagi untuk terpilih sebagai anggota paskibraka tingkat kotamadya/kabupaten.
3. Seleksi Tingkat Propinsi. Peserta test tingkat propinsi adalah peserta yang lulus test di tingkat Kotamadia / Kabupaten di masing-masing propinsi, dengan materi seleksi sama dengan di tingkat Kotamadia/Kabupaten. Biasanya peserta di tingkat propinsi akan diasrama selama beberapa hari untuk mengetahui tekad, semangat dan kemandiran. Selain itu akan terlihat kebiasaan masing-masing peserta terutama dalam melaksanakan tugas sehari-hari seperti dirumahnya masing-masing misalnya mencuci, mengepel, membersihkan dan mengataur kamar dan lain sebagainya.
Dari seleksi tingkat propinsi akan terpilih sepasang utusan (satu orang putra dan satu orang putri) untuk menjadi anggota paskibraka di tingkat nasional. Bagi yang tidak terpilih akan bertugas sebagai anggota paskibraka ditingkat propinsi.
4. Anggota Paskibraka Nasional.
Anggota Paskibraka tingkat nasional adalah sepasang utusan tiap propinsi yang akan mengikuti pemusatan latihan selama satu bulan di Jakarta. Mereka akan bertugas pada puncak peringatan Hari Ulang Tahun Proklamasi di Istana Merdeka Jakarta. Dalam pemusatan latihan di asrama maka akan dilakukan seleksi untuk pembagian kelompok yaitu kelompok 17 (tujuh belas) dan 8 (delapan) dan tugas di masing-masing kelompok.
Demikian gambaran syarat-syarat untuk menjadi anggota Paskibraka. Semoga bermanfaat bagi persiapan para siswa sekolah yang berminat untuk mengikuti seleksi menjadi Paskibraka.
Wassalam,
Kak Moel_Y@
Purna Paskibraka Indonesia - Lombok Barat
Wakil Ketua Pengurus PPI Kab. Lombok Barat
Cikal bakal berdirinya organisasi alumni Paskibraka sebenarnya dimulai secara nyata di Yogyakarta. Pada tahun 1975, sejumlah alumni (Purna) Paskibraka tingkat Nasional yang ada di Yogya, berkeinginan untuk mendirikan organisasi alumni, lalu mereka menyampaikan keinginan itu kepada para pembina di Jakarta. Para pembina lalu menawarkan sebuah nama, yakni REKA PURNA PASKIBRAKA yang berarti ikatan persahabatan para alumni Paskibraka. Tapi, di Yogya nama itu kemudian digodok lagi dan akhirnya disepakati menjadi PURNA EKA PASKIBRAKA (PEP) Yogyakarta, yang artinya wadah berhimpun dan pengabdian para alumni Paskibraka. PEP DI Yogya resmi dikukuhkan pada 28 Oktober 1976. Seiring dengan itu, para alumni Paskibraka di Jakarta kemudian meneruskan gagasan pendirian organisasi REKA PURNA PASKIBRAKA (RPP). Sementara di Bandung, berdiri pula EKA PURNA PASKIBRAKA (EPP). Namun, dalam perkembangannya, ketiga organisasi itu belum pernah melakukan koordinasi secara langsung untuk membentuk semacam forum komunikasi di tingkat pusat. Sementara itu, di daerah lain belum ada keinginan untuk membentuk organisasi, karena jumlah alumninya masih sedikit — berbeda dengan Jakarta, Bandung dan Yogya yang menjadi kota tujuan para alumni Paskibraka untuk melanjutkan sekolah. Sampai awal 80-an, alumni Paskibraka di daerah lain hanya dibina melalui Bidang Binmud Kanwil Depdikbud. Mereka selalu dipanggil sebagai perangkat dalam pelaksanaan berbagai upacara dan kegiatan. Mereka dilibatkan dalam kegiatan pembinaan generasi muda, karena dianggap potensial sesuai predikatnya. 
Bendera Pusaka Sampai menjelang peringatan 63 Tahun Indonesia Merdeka, tak banyak orang tahu siapa sebenarnya pemuda bercelana pendek yang mengibarkan bendera pusaka seusai proklamasi tahun 1945. Dia adalah Ilyas Karim dan masih ada di tengah-tengah kita.
Foto Ilyas mengibarkan bendera kini terabadikan dalam buku-buku sejarah. Tubuh cekingnya tampak mengenakan kemeja dan celana pendek putih, sementara Singgih mengenakan seragam tentara lengkap. Bung Karno, Bung Hatta, dan Ibu Fatmawati mendongak ke atas menyaksikan bendera yang mulai naik ke puncak tiang. (Foto itu merupakan satu dari dua foto peristiwa proklamasi yang paling terkenal). Seusai upacara, Bung Karno mengajak hadirin masuk ke ruang tengah rumahnya untuk menyantap makanan ringan. Ilyas bergabung dengan tamu yang lain dan ikut makan kue, termasuk kue bolu yang didatangkan dari Senen. Bung Karno menghampiri Ilyas dan kawan-kawan sembari memberi wejangan. ‘’Kalian para pemuda. Belajarlah yang sungguh-sungguh. Kalau berdagang, berdaganglah yang sungguh – sungguh” ucap sang founding father. Namun, beberapa saat kemudian, ada yang menyuruh agar kue - kue dibawa keluar dan dimakan di halaman. Ternyata, itu hanya cara para pemimpin ”mengusir” hadirin secara halus dari dalam rumah. Bung Karno, Bung Hatta dan para tokoh politik kemudian mengadakan pertemuan di dalam rumah itu. Ilyas sendiri tak tahu apa yang dibicarakan dalam pertemuan tersebut. Bersama teman-temannya ia ikut keluar ke halaman, lalu membubarkan diri setelah semua hadirin pulang. Sesampainya di rumah, Ilyas segera menemui ibunya dan menceritakan kalau tadi ia bertugas mengibarkan bendera Merah Putih di Pegangsaan Timur seusai Bung Karno membacakan naskah Proklamasi. Ibunya sangat gembira dan berkata, ”Syukur Alhamdulillah. Akhirnya kita merdeka juga, ya. Semoga apa yang kamu lakukan tadi dapat ridho dari Allah.”|
![]() DHARMINTO SURAPATI (Lahir : 20 Agustus 1932, Wafat : Jakarta, 7 September 2007) Seorang manusia semakin lama akan semakin tua. Satu demi satu, kami yang tua-tua ini akan pergi dan tak selamanya berada diantara kalian. Jangan biarkan kepergian kami tanpa jejak dan peninggalan. Jadilah semua "Roda Gendheng" yang mampu terus berputar dan memutar roda-roda lainnya meski sumber tenaga awalnya sudah tidak mempunyai kekuatan lagi... ![]() IDIK SULAEMAN Karena benda inilah (Red:bendera merah putih) kita berkumpul di Desa Bahagia... Saling kenal, saling bercerita, saling cinta dalam satu rasa: Aku Putera Indonesia. Meskipun hanya kenangan saat menjadi anggota Paskibraka, Jiwa dan semangatnya terasa abadi dan lestari. Pertahankanlah terus dan selalu kobar-kobarkanlah jiwa dan semangat itu!
Sumber : Bulletin Paskibraka 78, Edisi Oktober 2007 |
Sebuah Pengalaman Pribadi Husein Mutahar
Apa yang dikisahkan berikut ini merupakan pengalaman pribadi Kak Mutahar bersama dua orang nomor satu di Republik Indonesia: Soekarno dan Soeharto. Diakui Kak Mut, pendapat pribadinya belum tentu sama dengan orang lain. "Sebagai mantan ajudan dan staf, aku mikul dhuwur mendhem jero, sehingga yang kucerita-kan kebaikannya saja. Soal kekurangannya, biarlah orang lain yang menceritakan," ujar Kak Mut.
Beberapa kali cerita ini dipaparkan kepada saya, sebagian di antaranya di depan teman-teman Paskibraka '78 yang lain. Kak Mut sering bilang, kisah ini sebenarnya tidak terlalu penting. Tapi saya melihat sebaliknya: sebagai sebuah sisi penting yang menunjukkan siapa sebenarnya seorang Husein Mutahar. (Budi W)
Mutahar dan Soekarno
BUNG Karno (BK) lahir di Blitar dan tumbuh di masa sulit serta penuh perjuangan. Sebagai orang Jawa Timur bicaranya cep las ceplos tanpa tedeng aling-aling. Suaranya mungkin terdengar kasar, tetapi memang itulah Soekarno. Kalau sedang marah, semua keluar dengan seketika. Tapi, secepat itu pula ia minta maaf bila merasa ada kata-katanya yang menyinggung perasaan.
Suatu hari, ajudan BK datang ke rumahku dan bilang, "Pak Mutahar dipanggil menghadap Bapak (BK) di istana." Aku jawab, "Baik, saya ganti baju dulu dan nanti menyusul ke istana." Tetapi si ajudan bertahan, "Tadi Bapak pesan Pak Mutahar harus ikut bersama saya."
Wah, sepertinya penting sekali. Maka aku bergegas, dan sesampai di istana langsung menuju ke ruang kerjanya. Kulihat muka BK kusut dan sepertinya sedang marah besar. "Mut, kamu tahu kenapa aku panggil?" Aku menjawab santai, "Lha ya nggak tahu. Wong Bapak yang manggil saya, mana saya tahu."
"Aku mau marah!" hardik BK lagi. "Ya marah aja. Mau marah kok nunggu saya," jawabku sekenanya, karena aku kenal betul sifatnya.
Ternyata, jawabanku itu membuatnya benar-benar marah. Dalam bahasa Belanda BK mengeluarkan unek-uneknya selama hampir dua jam, padahal aku tidak tahu sebabnya. Aku mendengarkan saja, sampai kemarahan itu kendor dan akhirnya BK diam. Aku lalu bilang, "Bung, marahnya sudah selesai kan? Kalau sudah, aku tak pulang..."
BK langsung melotot ke arahku. Dalam hati aku berkata, "Wah, salah omong aku. Bisa-bisa dia marah lagi..." Tapi ternyata tidak, karena mata-nya kembali meredup. "Ya sudah, pulang sana!" katanya memerintah.
"Kalau begitu saya pamit," jawabku sambil keluar dan terus pulang. Tapi tak lama kemudian, ajudannya datang lagi ke rumahku.
Aku langsung menyambar, "Ada apa? Saya dipanggil lagi untuk dima-rahi ya?" Sang ajudan cuma mesem-mesem. "Nggak kok Pak Mut. Saya disuruh Bapak ngantar ini," katanya sambil menyerahkan tas — yang setelah kubuka ternyata isinya berbagai macam kue.
Sambil mengucapkan terima kasih kepad si ajudan, aku tersenyum. "Dasar wong gendeng. Kalau bar nesu (habis marah) ngirimi kue, ya sering-sering aja marah biar giziku terjamin," kataku dalam hati.
Esoknya aku bertemu lagi dengan BK dan kulihat wajahnya sumri-ngah. Maka aku menegur, "Bung, kalau masih mau marah sama saya, silahkan. Tapi jangan lupa kuenya dikirim lagi."
BK tertawa keras. "Mut, kamu tahu kenapa saya marah?" Aku menjawab, "Ya nggak tahulah. Wong Bapak marahnya banyak sekali, jadi saya nggak ingat."
"Makanya aku panggil kamu untuk aku marahi. Lantaran aku tahu kamu pasti tutupi kupingmu dengan kapas biar nggak dengar omong-anku," kata BK sambil ngeloyor pergi. ***
Mutahar dan Soeharto
PAK Harto lahir dan besar di Yogyakarta dan sekitarnya. Begitu juga selama masa perjuangan, ia banyak berkiprah di tanah kelahiran-nya. Maka tak aneh jika sifatnya lembut. Kultur Jawa-nya sangat kental, tutur katanya halus dan pandai menyimpan perasaan. Kalau menegur pasti menggu-nakan krama halus, dan sebagai orang Jawa suka memakai bahasa simbol dan lebih sulit dipahami.
Pada suatu hari di awal bulan Agustus 1968, aku dipanggil menghadap ke istana. Berdua saja di ruang kerjanya, dengan sebuah kotak berukir di atas meja, Pak Harto memulai pembicaraan. "Pak Mutahar kan tahu bahwa bendera pusaka sudah cukup tua dan kondisinya semakin rapuh. Saya ingin menggantinya agar tidak robek pada saat dikibarkan di hari kemerde-kaan nanti. Bagaimana pendapat Bapak?"
Aku terdiam beberapa saat dan mencari jawaban yang tepat. "Pak Harto," kataku dengan hati-hati, "saya tahu bendera pusaka sudah rapuh. Tapi kalau boleh saya memberi saran, sebaiknya bendera pusaka tetap dikibarkan sekali lagi tahun ini. Setelah itu, mau diganti dengan bendera lain terserah Bapak."
"Mengapa harus tetap dikibarkan?" tanya Pak Harto lagi.
"Karena ini adalah bendera Merah Putih yang perta-ma kali dikibarkan saat Proklamasi Kemerdekaan. Jadi sebaiknya bendera ini dikibarkan juga pada saat estafet kepemimpinan beralih ke tangan Bapak, selain sebagai ungkapan rasa hormat dan terima kasih kepada para pejuang kemerdekaaan," ujarku menjelaskan. Tahun 1968, memang tahun pertama Pak Harto menjabat Presiden RI setelah dilantik dalam Sidang Umum MPRS, 27 Maret 1968.
Pak Harto tersenyum dan kemudian berkata, "Baik-lah, pendapat bapak akan saya pertimbangkan. Tetapi saya masih mau minta tolong kepada Pak Mutahar untuk memastikan apakah bendera yang ada didalam kotak ini benar-benar bendera pusaka yang asli. Saya tahu Pak Mutahar yang menyelamatkan bendera pusaka pada saat perjuangan dulu, jadi pasti bisa mengenalinya."
Aku kaget setengah mati. Bagaimana kalau bendera yang di dalam kotak itu bukan bendera pusaka, wah, bisa celaka aku. Aku berpikir keras bagaimana caranya bisa meyakinkan Pak Harto tentang keaslian bendera pusaka tanpa harus memeriksanya sendiri. "Maaf Pak Harto. Bukan saya tidak mau memenuhi permintaan Bapak, tetapi biarlah saya jelaskan secara detail ciri-cirinya, setelah itu silahkan Bapak memeriksa dan memastikan sendiri keaslian bendera pusaka. Jika ciri-cirinya cocok berarti asli," ujarku dan setelah itu cepat-cepat mohon pamit.
Nyatanya, Pak Harto mendengarkan usulanku. Bendera dalam kotak itu memang asli bendera pusaka. Dan, pada puncak upacara HUT Proklamasi 1968, bendera pusaka yang asli itu kembali berkibar di tiang 17 Istana Merdeka Jakarta. ***
Wassalam,
Teratai Merah_Putih
Tak banyak cerita yang selama ini terungkap tentang bendera pusaka. Sebagian besar orang bilang kalau bendera berukuran 2x3 meter itu dijahit dengan tangan oleh Ibu Fatmawati. Tapi, dalam sebuah pameran foto yang diselenggarakan oleh keluarga Bung Karno, diperlihatkan kalau Ibu Fat menjahit bendera itu dengan sebuah mesin jahit.
Janji Paskibra

Wassalam,
"Teratai Merah_Putih"

Wassalam,
"Teratai Merah_Putih"
Untuk mempersatukan korps, untuk Paskibraka Nasional, Propinsi, dan Kabupaten / Kotamadya ditandai oleh lambang korps yang sama, dengan tambahan tanda lokasi terbentuknya pasukan.Wassalam,
"Teratai Merah_Putih"
Istana Merdeka yang juga menjadi tempat kediaman resmi Presiden Republik Indonesia ini, terdiri dari serambi depan yang biasa digunakan untuk panggung kehormatan pada upacara Peringatan Detik - Detik Proklamasi setiap tanggal 17 Agustus. Di sini juga Presiden menyambut tamu negara yang sebelumnya diterima dengan upacara militer di halaman depan.Istana Kepresidenan Jakarta terdiri dari dua bangunan istana, yaitu Istana Merdeka, yang menghadap ke Taman Monumen Nasional, dan Istana Negara yang menghadap ke Sungai Ciliwung, Jalan Veteran. Kedua istana ini dihubungkan dengan halaman tengah yang luasnya kira-kira setengah lapangan bola. Selain itu terdapat pula bangunan lain yang termasuk ke dalam lingkungan Istana Jakarta, yaitu Kantor Presiden, Wisma Negara, Masjid Baiturrahim, dan Museum Istana Kepresidenan.